Abu Raihan Al-Biruni (juga, Biruni,
Al Biruni; lahir 5 September 973 – meninggal 13 Desember 1048 pada umur 75 tahun) merupakan
matematikawan Persia , astronom,
fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf,
pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada
bidang matematika, filsafat,
obat-obatan.
Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di kawasan Danau Aral di Asia Tengah yang pada
masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Dia belajar matematika dan
pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur.
Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli
obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan,
filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di
universitas dan pusat sains yang
didirikan oleh putra Abu Al Abbas Ma'mun Khawarazmshah. Abu Raihan Al-Biruni
juga mengembara ke India dengan Mahmud dari Ghazni dan menemani dia dalam
ketenteraannya di sana, mempelajari bahasa, falsafah dan agama mereka dan
menulis buku mengenainya. Dia juga menguasai beberapa bahasa diantaranya bahasa
Yunani, bahasa Suriah, dan bahasa Berber, bahasa Sansekerta.
Namanya tidak asing lagi di pentas
ilmu sains pada abad pertengahan. Dunia sains mengenalnya sebagai salah seorang
putra Islam terbaik dalam bidang falsafah, astronomi, kedokteran, dan fizik.
Wawasan dan pengetahuannya yang demikian luas, meletakkan dirinya sebagai pakar
dan ilmuwan Muslim tersohor pada awal abad pertengahan.
Sebagai ilmuwan, Al-Biruni tidak
pernah berhenti mendalami bidang ilmu, termasuk dalam setiap pengembaraannya ke
beberapa negeri, seperti ke Iran dan India.
Jamil Ahmed dalam buku Seratus Tokoh Muslim mengungkapkan, antara pengembaraan
yang paling menarik tokoh ini adalah semasa di wilayah Jurjan, dekat Laut
Kaspia (Asia Tengah), serta wilayah India. Penjelajahan itu sebenarnya tidak
disengajakan. Alkisah, setelah beberapa lama menetap di Jurjan, Al-Biruni
memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Namun tidak disangkanya, tanah
kelahirannya dilanda oleh konflik antara etnik. Keadaan ini dimanfaatkan oleh
Sultan Mahmoud Al-Gezna, yang melakukan penaklukan ke wilayah Jurjan.
Penaklukan ini menyebabkan Al-Biruni dipilih oleh Sultan Mahmoud sebagai 'kumpulan
pemikir' yang kemudiannya dibawa menyertai ekspedisi ketenteraan ke India. Di
sana beliau banyak melahirkan karya dan tulisan, sama ada dalam bentuk buku maupun
artikel ilmiah yang disampaikannya dalam perjumpaan. Selain menghasilkan karya,
penjelajahan bersama Sultan ini juga menjadikan kawasan India sebelah timur
sebagai kawasan baru untuk menyebarkan dakwah Islamiah. Sepanjang
pengembaraannya di India, Al-Biruni memanfaatkan masa terluang melakukan kajian
berkaitan adat istiadat dan budaya masyarakat tempatan. Berasaskan kajiannya
inilah beberapa karya agungnya lahir. Bukan itu saja, Al-Biruni jugalah orang
yang pertama memperkenalkan permainan catur 'ala' India ke negara-negara Islam,
serta menjelaskan permasalahan trigonometri yang lebih mendalam dalam karyanya,
Tahqiq Al-Hind. Kecerdikan Al-Biruni merangsang dirinya mendalami ilmu
astronomi. Beliau turut menjelaskan tentang kemungkinan pergerakan bumi
mengitari matahari. buku beliau yang mengupas perkara ini hilang. Namun ia
berpendapat, sebagaimana pernah ia sampaikan dalam suratnya kepada Ibnu Sina,
bahawa pergerakan eliptis adalah lebih memungkinkan daripada gerak melingkar
yang dilakukan planet.
Al-Biruni konsisten mempertahankan
pendapatnya tersebut, dan ternyata pada kemudian harinya pendapat ini terbukti
kebenarannya sebagaimana yang dibuktikan oleh ilmu astronomi modern. Sebagai seorang
yang gemarkan membaca berbagai bidang ilmu, kepakaran Al-Biruni tidak hanya
dalam bidang ilmu sains. Beliau juga mahir dalam ilmu falsafah. Kerana itu, ia
dikenali sebagai salah seorang ahli falsafah Islam yang amat berpengaruh.
Pemikiran falsafah Al-Biruni banyak dipengaruhi oleh pemikiran falsafah
Al-Farabi, Al-Kindi, dan Al-Mas'udi (meninggal 956 M). Hidup sezaman dengan
ahli falsafah dan pakar ilmu perubatan, Ibnu Sina, Al-Biruni banyak berdialog
dengan Ibnu Sina, sama ada secara langsung mahupun melalui surat menyurat.
Keduanya kerap juga bermuzakarah berkaitan pemikiran falsafah, misalnya tidak
bersetuju dengan aliran pemikiran paripatetik yang dianuti Ibnu Sina dalam
banyak aspek. Al-Biruni memperlihatkan kecenderungan tidak menerima bulat-bulat
falsafah pemikiran Aristoteles dan berfikir secara kritikal terhadap beberapa
hal dalam teori fizik paripatetik, seperti berkaitan dengan masalah gerak dan
tempat. Ini kerana semua yang dilakukannya itu selalunya berlandaskan pada
prinsip-prinsip Islam, serta meletakkan sains sebagai alat untuk menyingkap
rahasia alam.
Hasil kajian dan penelitiannya
akhirnya adalah untuk mengakui akan wujudnya Allah sebagai maha pencipta.
Menurut Al-Biruni jika seorang ilmuwan ingin membezakan kebenaran dan
kepalsuan, dia perlu menyelidiki dan mempelajari alam. Dalam bukunya
Al-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan, "Penglihatan adalah penghubung apa
yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya.
Daripada penciptaan alam tersebut kita akan menemukan kewujudan Yang Maha
Pencipta". Pandangan Al-Biruni ini tentu berbeza sekali dengan pandangan
saintis Barat pada zaman moden ini yang mengenepikan sains daripada agama.
Pandangan mereka tentang alam seolah-olah menafikan keberadaan Allah sebagai
pencipta.
Karya
- Aritmatika teoretis and praktis
- penjumlahan seri
- Analisis kombinatorial
- kaidah angka 3
- Bilangan irasional
- teori perbandingan
- definisi aljabar
- metode pemecahan penjumlahan aljabar
- Geometri
- Teorema Archimedes
- Sudut segitiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar