Kamis, 29 September 2016

STRUKTUR MATEMATIKA DI DALAM ILMU PENGETAHUAN MENURUT AL-FARABI



            Sebelum kita membahas tentang struktur matematika di dalam ilmu pengetahuan. Kita bahas apa kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang paling banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada mulanya cabang ilmu ini muncul sebagai jawaban akan berbagai permasalahan hubungan antar bilangan, perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan lain-lain. Kini, hampir segala bidang ilmu membutuhkan matematika. Matematika merupakan dasar bagi ilmu-ilmu lain. Seperti fisika, biologi, kimia, teknik, komputer, geografi, ekonomi, dan lain-lain. Menurut Carl Friedrich Gauss mengatakan bahwa matematika sebagai “Ratunya Ilmu Pengetahuan” artinya matematika didalam konteks ini adalah dasarnya bagi ilmu-ilmu lain. Lalu bagaimana menurut Al-farabi tentang struktur matematika dalam ilmu pengetahuan.

Al-farabi
Al-Farabi merupakan salah satu ilmuwan Islam, beliau juga dikenal sebagai fisikawan, kimiawan, filsuf, ahli ilmu logika, ilmu jiwa, metafisika, politik, musik, dll.
Al-Farabi lahir di Farab, tahun 257 H / 870 M dan wafat di Haleb (Aleppo) pada tahun 339 H / 950 M. Nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag Al-Farabi. Beliau adalah seorang Filsuf muslim terkemuka pada zamannya yang sering dicari-cari. Dimasa kecil, beliau memang sudah dikenal rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Parsi di kota kelahirannya, Farab. Setelah besar al-Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal selama 20 tahun. Di Baghdad ia memperdalam filsafat, logika, matematika, etika, ilmu politik, musik, dll. Dari Baghdad Al-Farabi kemudian pindah ke Harran (Iran). Disana ia mempelajari filsafat Yunani kepada beberapa ahli diantaranya Yuhana bin Hailan. Dari Harran kemudian pindah lagi ke Baghdad.
Selama di Baghdad, waktu Al-farabi juga dihabiskan untuk mengajar dan menulis.Tapi kebanyakan karya–karyanya ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dari peredaran. Karya–karya lain dari Al-farabi adalah sebagai berikut :
  1. Logika
  2. Ilmu-ilmu Matematika
  3. Ilmu Alam
  4. Teologi
  5. Ilmu Politik dan kenegaraan
  6. Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah).
Karya Al-farabi yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rejim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam. Filsafat politik Al-Farabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi ajaran Imamah dalam Syi'ah.
KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN

Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai keagamaan. Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hirarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologis, dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurispedensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih lansung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.
 Ketika pergolakan politik di Baghdad memuncak pada tahun 330 H/941 M, al-Farabi merantau ke Haleb (Aleppo), disana ia mendapat perlakuan istimewa dari sultan Dinasti Hamdani yang berkuasa ketika itu, yakni Saifuddawlah. Karena perlakuan baiknya maka al-Farabi tetap tinggal di sana sampai akhir hayatnya.
Jasa Al-Farabi bagi perkembangan ilmu filsafat pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya sangat besar. Menurut berbagai sumber, ia menguasai 70 jenis bahasa dunia, karena itulah al-Farabi dikenal menguasai banyak cabang keilmuan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, keahliannya yang paling menonjol ialah dalam ilmu matematika (logika). Kepiawaiannya di bidang ini jauh melebihi gurunya, Aristoteles. Menurut al-Ahwani, pengarang al-Falsafah al-Islamiyyah, besar kemungkinan gelar “Guru Kedua” (al-Mu’allim as–Sani) yang disandang al-Farabi diberikan orang karena kemasyhurannya dalam bidang ilmu mantik. Dialah orang yang pertama memasukkan ilmu logika kedalam kebudayaan Arab, sebagaimana Aristoteles yang dijuluki “Guru Pertama” (al-Mu’allim al-Awwal) karena dialah yang pertama kali menemukan ilmu logika dengan melatakkan dasar-dasarnya.

Di bidang filsafat, Al-Farabi tergolong kedalam kelompok filsuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, politik, dan seni.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo–Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah. Dalam soal ilmu mantik dan filsafat fisika, umpamanya ; ia mengikuti pemikiran–pemikiran Aristoteles, sedangkan dalam lapangan metafisika al–Farabi mengikuti jejak Plotinus (205 – 270), seorang tokoh utama Neoplatonisme.
Al-Farabi berkeyakinan penuh bahwa antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan karena sama – sama membawa kepada kebenaran. Namun demikian, ia tetap berhati – hati atau bahkan khawatir kalau – kalau filsafat itu membuat iman seorang menjadi rusak, dan oleh karena itu ia berpendapat seyogianya disamping dirumuskan dengan bahasa yang samar – samar, filsafat juga hendaknya jangan sampai bocor ke tangan orang awam.
Al-Farabi juga terkenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya. Dalam hal filsafat kenabian, al-Farabi disebut-sebut sebagai filsuf pertama yang membahas soal kenabian secara lengkap. Al-Farabi berkesimpulan bahwa para nabi/rasul maupun para filsuf sama-sama dapat berkomunikasi dengan akal Fa’’al, yakni akal ke sepuluh (malaikat). Perbedaannya, komunikasi nabi/rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhayyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filusuf berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal Mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada diluar diri manusia.

Dalam hal filsafat kenegaraan, Al-Farabi membedakan menjadi lima macam:
  1. Negara Utama (al-madinah al-fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh rasul dan kemudian oleh para filsuf;
  2. Negara orang-orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan;
  3. Negara orang-orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal Fa’’al (al-madinah al-fadilah), tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh;seperti penduduk utama;
  4. Negara yang berubah-ubah (al-madinah al-mutabaddilah), ialah negara yang penduduknya semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negra utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan;
  5. Negara sesat (al-madinah ad-dallah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal Fa’’al, tetapi kepala negaranya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya




Tidak ada komentar:

Posting Komentar